Ini adalah realitas lain di tengah riuhnya pembelian kursi impor di ruangan banggar dan biaya renovasi toilet gedung DPR yang menelan biaya miliaran rupiah.
Anak-anak sekolah di Desa Sangiang Tanjung, Lebak, Banten, harus menempuh titian maut saat hendak masuk sekolah.
Merayap bergelantungan di atas sungai berarus deras sambil memegangi bentangan tali kawat sisa-sisa jembatan yang rusak karena banjir.
Meski di bawah ancaman maut, siswa sekolah dasar (SD) dan SMP di Kampung Ciwaru, Desa Sangiang Tanjung, Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak, terpaksa bergelantungan di jembatan gantung yang rusak diterjang hujan dan angin.
Mereka harus melewati jembatan tersebut karena merupakan satu-satunya akses untuk bisa sampai ke sekolah mereka dengan cepat.
Memang ada jalan lain untuk menghindari jembatan maut yang kalau di kota-kota besar banyak dipakai untuk menantang adrenalin seperti yang disediakan di tempat-tempat outbound tersebut.
Namun, bila tak sanggup melintasi jembatan, para siswa harus berjalan kaki memutar untuk bisa sampai ke sekolah mereka. Jalan kaki sebagai lintas alternatif itu akan memakan waktu tempuh lebih lama karena jauhnya.
Jalur jalan kaki untuk sampai ke sekolah mereka di Rangkasbitung, yakni melintasi Kampung Pariuk, Desa Sukamekarsari, kemudian melintasi Kota Rangkasbitung, akan memakan waktu lebih dari sejam.
Jembatan gantung yang membentang di atas Sungai Ciberang yang berarus deras yang
menghubungkan Desa Sangiang Tanjung dengan Desa Pasir Tanjung, Kecamatan Rangkasbitung, terakhir diperbaiki pada 2010. Kini pascabanjir dan hujan angin seminggu lalu, setiap hari warga dua desa tersebut memanfaatkan jembatan itu sebagai satu-satunya jalur transportasi yang paling cepat dan murah.
Kemarin kondisi jembatan dengan panjang lebih dari seratus meter itu sangat mengkhawatirkan bagi siapa pun yang melintasi. Sebab, tempat berpijak yang semestinya datar merata kini berubah miring seperti tebing labil yang bergoyang-goyang saat dilewati.
Fisik jembatan tinggal menyisakan sling (tali kawat penyangga) dan tempat pijakan terdiri atas potongan-potongan papan kecil yang sudah rusak.
Untuk bisa melintasi jembatan tersebut, para siswa yang di punggungnya menggantung tas ransel berisi buku-buku pelajaran itu harus ekstra hati-hati.
Mereka harus berpegangan kuat-kuat ke tali kawat jika tidak ingin jatuh dan hanyut terbawa arus Sungai Ciberang yang deras.
Karena itu, telapak tangan anak-anak yang sebagian besar murid sekolah dasar tersebut terlihat memar kemerahan karena harus berpegangan tali jembatan kuat-kuat sambil merambat.
‘’Kami minta pemerintah segera memperbaiki jembatan ini. Sebab, jembatan ini satu-satunya jembatan penghubung menuju sekolah kami di Ona Rangkasbitung,’’ ujar Roni, siswa kelas satu SMPN 6 Rangkasbitung, saat ditemui.
Meski sangat membahayakan keselamatan jiwa, Roni bersama teman-teman lain memberanikan diri bergelantungan di sling agar sampai ke sekolah.
‘’Kadang kami terlambat datang ke sekolah karena terlalu lama menyeberangi jembatan gantung ini. Sebenarnya bisa saja tidak melalui jembatan ini, tapi harus memutar dan jarak tempuhnya cukup jauh hingga lebih dari sejam. Belum lagi, biaya transpornya (ongkos naik angkutan, red) cukup mahal,’’ ungkapnya.
Hal senada dikatakan warga lain, Ny Iyah (50). Dia mengungkapkan, karena rusaknya jembatan gantung, warga setempat tidak berani menyeberang. Warga menempuh jalan lain dengan jarak lebih jauh.
‘’Sebenarnya kami tidak tega melihat anak-anak pergi ke sekolah dengan bergelayutan berpegangan sling. Itu sangat membahayakan,’’ ujarnya.
Sekretaris Desa (Sekdes) Sangiang Tanjung Hasanudin saat ditemui menyatakan, jembatan gantung yang ambruk diterjang banjir pada Sabtu (14/1) lalu itu merupakan jembatan gantung penghubung antara warga Kampung Cikiray, Desa Sangiang Tanjung, Kecamatan Kalanganyar, dan Desa Pasir Tanjung.
‘’Kami berharap pemerintah secepatnya memperbaiki jembatan gantung ini,’’ katanya.
Ditemui di tempat terpisah, Camat Kalanganyar Sehabudin menjelaskan, pascabanjir yang merendam ratusan rumah di Kecamatan Kalanganyar, sedikitnya tiga jembatan gantung rusak diterjang banjir.
Ketiganya adalah jembatan gantung Cirende Ranca Garut, Cilangkap-Tambak Baya, dan jembatan gantung Pasir Tanjung. ‘’Sudah saya laporkan ke Pemkab Lebak,’’ ungkapnya.
SUMBER : http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=8457&kat=12
Anak-anak sekolah di Desa Sangiang Tanjung, Lebak, Banten, harus menempuh titian maut saat hendak masuk sekolah.
Merayap bergelantungan di atas sungai berarus deras sambil memegangi bentangan tali kawat sisa-sisa jembatan yang rusak karena banjir.
Meski di bawah ancaman maut, siswa sekolah dasar (SD) dan SMP di Kampung Ciwaru, Desa Sangiang Tanjung, Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak, terpaksa bergelantungan di jembatan gantung yang rusak diterjang hujan dan angin.
Mereka harus melewati jembatan tersebut karena merupakan satu-satunya akses untuk bisa sampai ke sekolah mereka dengan cepat.
Memang ada jalan lain untuk menghindari jembatan maut yang kalau di kota-kota besar banyak dipakai untuk menantang adrenalin seperti yang disediakan di tempat-tempat outbound tersebut.
Namun, bila tak sanggup melintasi jembatan, para siswa harus berjalan kaki memutar untuk bisa sampai ke sekolah mereka. Jalan kaki sebagai lintas alternatif itu akan memakan waktu tempuh lebih lama karena jauhnya.
Jalur jalan kaki untuk sampai ke sekolah mereka di Rangkasbitung, yakni melintasi Kampung Pariuk, Desa Sukamekarsari, kemudian melintasi Kota Rangkasbitung, akan memakan waktu lebih dari sejam.
Jembatan gantung yang membentang di atas Sungai Ciberang yang berarus deras yang
menghubungkan Desa Sangiang Tanjung dengan Desa Pasir Tanjung, Kecamatan Rangkasbitung, terakhir diperbaiki pada 2010. Kini pascabanjir dan hujan angin seminggu lalu, setiap hari warga dua desa tersebut memanfaatkan jembatan itu sebagai satu-satunya jalur transportasi yang paling cepat dan murah.
Kemarin kondisi jembatan dengan panjang lebih dari seratus meter itu sangat mengkhawatirkan bagi siapa pun yang melintasi. Sebab, tempat berpijak yang semestinya datar merata kini berubah miring seperti tebing labil yang bergoyang-goyang saat dilewati.
Fisik jembatan tinggal menyisakan sling (tali kawat penyangga) dan tempat pijakan terdiri atas potongan-potongan papan kecil yang sudah rusak.
Untuk bisa melintasi jembatan tersebut, para siswa yang di punggungnya menggantung tas ransel berisi buku-buku pelajaran itu harus ekstra hati-hati.
Mereka harus berpegangan kuat-kuat ke tali kawat jika tidak ingin jatuh dan hanyut terbawa arus Sungai Ciberang yang deras.
Karena itu, telapak tangan anak-anak yang sebagian besar murid sekolah dasar tersebut terlihat memar kemerahan karena harus berpegangan tali jembatan kuat-kuat sambil merambat.
‘’Kami minta pemerintah segera memperbaiki jembatan ini. Sebab, jembatan ini satu-satunya jembatan penghubung menuju sekolah kami di Ona Rangkasbitung,’’ ujar Roni, siswa kelas satu SMPN 6 Rangkasbitung, saat ditemui.
Meski sangat membahayakan keselamatan jiwa, Roni bersama teman-teman lain memberanikan diri bergelantungan di sling agar sampai ke sekolah.
‘’Kadang kami terlambat datang ke sekolah karena terlalu lama menyeberangi jembatan gantung ini. Sebenarnya bisa saja tidak melalui jembatan ini, tapi harus memutar dan jarak tempuhnya cukup jauh hingga lebih dari sejam. Belum lagi, biaya transpornya (ongkos naik angkutan, red) cukup mahal,’’ ungkapnya.
Hal senada dikatakan warga lain, Ny Iyah (50). Dia mengungkapkan, karena rusaknya jembatan gantung, warga setempat tidak berani menyeberang. Warga menempuh jalan lain dengan jarak lebih jauh.
‘’Sebenarnya kami tidak tega melihat anak-anak pergi ke sekolah dengan bergelayutan berpegangan sling. Itu sangat membahayakan,’’ ujarnya.
Sekretaris Desa (Sekdes) Sangiang Tanjung Hasanudin saat ditemui menyatakan, jembatan gantung yang ambruk diterjang banjir pada Sabtu (14/1) lalu itu merupakan jembatan gantung penghubung antara warga Kampung Cikiray, Desa Sangiang Tanjung, Kecamatan Kalanganyar, dan Desa Pasir Tanjung.
‘’Kami berharap pemerintah secepatnya memperbaiki jembatan gantung ini,’’ katanya.
Ditemui di tempat terpisah, Camat Kalanganyar Sehabudin menjelaskan, pascabanjir yang merendam ratusan rumah di Kecamatan Kalanganyar, sedikitnya tiga jembatan gantung rusak diterjang banjir.
Ketiganya adalah jembatan gantung Cirende Ranca Garut, Cilangkap-Tambak Baya, dan jembatan gantung Pasir Tanjung. ‘’Sudah saya laporkan ke Pemkab Lebak,’’ ungkapnya.
SUMBER : http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=8457&kat=12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda adalah nyawa untuk membangun blog ini
maka dengan itu sebelum anda tinggalkan blog ini mohon kiranya tinggalkan komentar anda
trima asih anda telah bergabung dengan JALUR_Kuantan.Com semoga anda menikmatinya